Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu Dengan Pendekatan Ekologis
Pentingnya pendekatan ekologis dalam pengelolaan wilayah
pesisir secara terpadu karena berbagai
sumberdaya hayati serta lingkungan di wilayah pesisir relatif lebih rentan terhadap
kerusakan, dibandingkan dengan wilayah-wilayah atau ekosistem-ekosistem lainnya.
Dari seluruh tipe ekosistem yang ada, biasanya ekosistem pesisir merupakan
wilayah yang mendapatkan tekanan lingkungan yang paling berat (Kay dan Alder,
1999) dalam Ghofar (2004).
a.
Secara empiris terdapat keterkaitan
ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir
maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas (upland) dengan laut lepas. Perubahan yang terjadi pada suatu
eksosistem pesisir, cepat atau lambat, langsung atau tidak langsung akan
mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula halnya jika pengelolaan kegiatan
pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, dan lain-lain) di lahan atas (upland) suatu DAS (Daerah Aliran Sungai)
tidak dilakukan secara bijaksana akan merusak tatanan dan fungsi ekologis
kawasan pesisir dan laut.
b.
Dalam suatu kawasan pesisir,
biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan. Terdapat keterkaitan
langsung yang sangat komplek antara proses-proses dan fungsi lingkungan dengan
pengguna sumberdaya alam.
c.
Dalam suatu kawasan pesisir, pada
umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat (orang) yang memiliki
keterampilan/keahlihan dan kesenangan (preference)
bekerja yang berbeda sebagai petani, nelayan, petani tambak, petani rumput
laut, pendamping pariwisata, industri dan kerajinan rumah tangga dan
sebagainya. Pada hal sangat sukar atau hampir tidak mungkin untuk mengubah
kesenangan bekerja (profesi) sekelompok orang yang sudah mentradisi menekuni
suatu bidang pekerjaan.
d.
Baik secara ekologis maupun secara
ekonomis, pemanfaatan suatu kawasan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentan
terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha.
Misalnya suatu hamparan pesisir hanya digunakan untuk satu peruntukan, seperti
tambak, maka akan lebih rentan, jika hamparan tersebut digunakan untuk beberapa
peruntukan.
e.
Kawasan pesisir pada umumnya
merupakan sumberdaya milik bersama (common
property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access). Pada hal setiap sumberdaya
pesisir biasanya berprinsip memaksimalkan keuntungan. Oleh karenanya, wajar
jika pencemaran over eksploitasi sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang
seringkali terjadi di kawasan ini, yang pada gilirannya dapat menimbulkan suatu
tragedi bersama (open tragedy).
Pengelolaan pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor ekologis, hirarki pemerintahan, antar bangsa/negara, dan disiplin ilmu (Cicin-Sain and Knecht, 1998; Kay and Alder, 1999). Pengelolan wilayah pesisir secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diimplementasikan, sehingga perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang (strategic plan) serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Dalam konteks ini maka keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir sekurangnya mengandung 3 dimensi : sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral di wilayah pesisir berarti diperlukan adanya suatu kooordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi sampai pemerintah pusat (vertical integration). Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang mengakibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Hal ini wajar dilakukan mengingat wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis. Wilayah pesisir yang tersusun dari berbagai macam ekosistem itu satu sama lain saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir, juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di kawasan sekitarnya dan lahan atas (upland areas) maupun laut lepas (oceans). Kondisi empiris di wilayah pesisir ini mensyaratkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu harus manperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir. Nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi mengingat bahwa suatu pengelolaan terdiri dari 3 tahap utama, yaitu perencanaan, implementasi dan monitoring/evaluasi. dirumuskan suatu konsep penataan ruang (strategic plan) serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Dalam konteks ini maka keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir sekurangnya mengandung 3 dimensi : sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral di wilayah pesisir berarti diperlukan adanya suatu kooordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi sampai pemerintah pusat (vertical integration). Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang mengakibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Hal ini wajar dilakukan mengingat wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis. Wilayah pesisir yang tersusun dari berbagai macam ekosistem itu satu sama lain saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya.
Referensi :
Rahmawaty. 2006. Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Kelautan Secara Terpadu dan
Berkelanjutan. Universitas Sumatera Utara. Medan
Stanis. S. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Melalui Pemberdayaan Kearipan
Lokal di Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur. (Tesis). Universitas
Diponegoro. Semarang
Response to "Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu Dengan Pendekatan Ekologis"