Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan (archipelagic state) yang tersusun lebih dari 17.000 pulau, dikelilingi 81000 km garis pantai (coast line) - terpanjang kedua setelah Kanada – dan dipersatukan . oleh lautan seluas 5,8 juta km2 ( 75% dari total wilayah Nusantara ) di dalamnya terpendam potensi kelautan yang amat besar dan sangat exclusive (tidak semua bangsa memiliki potensi tersebut) dimana potensi kelautan yang luar biasa ini masih belum di manfaatkan secara optimal untuk menopang perekonomian bangsa ini.
Pengerajin kapal kayu tradisional sudah ada pada ratusan tahun yang lalu dan tradisi ini masih terjaga dan bertahan hidup hingga sekarang. Bahkan pada masa keemasan kerajaan Majapait dan Sriwijaya para pengrajin kapal kayu mendapatkan kedudukan yang terhormat di kerajaan sebagai kelompok pembuat alat tranportasi laut (kapal) untuk kepentingan perdagangan dan peperangan oleh pihak kerajaan.
Pengerajin kapal kayu yang merupakan hasil budaya masyarakat maritim sekaligus merupakan kelompok industri maritim secara nyata mendudung dan menyokong pembangunan dunia kemaritiman (pembangunan perikanan dan pelayaran rakyat) sebagai wahana penyedia infrastruktur kelautan berupa kapal kayu (jukung, slerek, perahu dan lainnya). Pengerajin kapal kayu ini seharus diperhatikan dengan seksama oleh pelaku kebijakan atau pemerintah sebab jika dipandang sebagai budaya ini merupakan warisan dari nenek moyang kita yang dulu sebagai bangsa maritim dan jika di pandang sebagai sebuah industri, pengerajin kapal kayu layaknya sebagai home industri berskala kecil sering jatuh bangun dalam usahanya bahkan masih dibawah garis kemiskinan seperti para nelayan dan penduduk pesisir pada umumnya.
Usaha kemaritiman berbasis kerakyatan sekarang ini yang banyak meliputi sektor perikanan tangkap dan pelayaran rakyat terlihat secara faktual membutuhkan akan armada kapal didalam operasinya dan permintaan armada ini semakin meningkat namun celakanya para pengerajin kapal kayu tradisional belum mampu memenuhi permintaan secara maksimal sehingga para pemilik kapal (juragan darat) terutama di jawa masih sulit memenuhi keinginannya sehingga mencari dan membeli di pulau Sulawesi , Kalimantan bahkan di kepulauan Madura.
Gejala “kelalaian kebijakan” oleh pemerintah yang menganggap pembangunan kerakyatan berbasis kemaritiman hanya perikanan tangkap/nelayan mengakibatkan kegiatan pengerajin kapal kayu tradisional di daerah pesisir kurang dinamis lagi, sehingga tidak bisa memenuhi permintaan kapal kayu di daerahnya itu sendiri.
Dampak atas “kelalaian” tersebut mengakibatkan para bankir juga menutup mata terhadap mereka. Apresiasi bankir lebih banyak pada industri besar seperti industri mebel kayu yang banyak dipergunakan dan dikonsumsi oleh orang-orang kaya diperkotaan sementara industri kapal kayu tradisional sebagai industri mebel kayu yang berbasis kemaritiman dan berskala kerakyatan – bersentuhan langsung dengan masyarakat miskin di pesisir sebagai pengguna- sama sekali di tinggalkan oleh para bankir.
Industri ini tampak tidak “bankable bagi lembaga finance, padahal kalu kita melihat bahwa kapal adalah barang modal bergerak yang memiliki nilai tambah tinggi. Karena itu semua industri pengerajin kapal kayu secara umum tidak survive, kurang kompetitif sehingga menjadikan terjatuhnya industri kapal kayu rakyat di negeri ini.
Memperhatikan beberapa persoalan diatas, untuk mendukung dan mengembangkan industri kapal kayu tradisional dimana kegiatan pengerajin kapal kayu tradisional ini tersirat akan rekayasa dan teknogi kelautan (ocean technology) yang melibatkan sekelompok masyarakat yang kreatif dan para jenius lokal (the local genius of master crafment) dan untuk meningkatkan perekonomian industri maritim skala kecil di masyarakat pesisir maka pemerintah harus merubah paradigma pembangunan kelautan sebagai persoalan yang lebih kompleks bukan hanya perikanan tangkap/nelayan dan budidaya perikanan saja.
Disamping itu pemerintah harus mempunyai strategi pengembangan kelautan melalui kebijakan-kebijakan yang memihak pada masyarakat pesisir, seperti kebijakan pengelolahan sumber daya pesisir yang berkelanjutan dan terpadu melaui pemberdayaan masyarakat pesisir terutama pembinaan para pengerajin kapal kayu tradisional mulai dari organisational skill, ship building skill dan management skill.
Kebijakan penyediaan kredit murah bagi pengerajin kapal kayu tradisional dengan mengembangkan lembaga-lembaga perkreditan rakyat yang memihak pada sektor kelautan dan memperbanyak koperasi-koperasi masyarakat pesisir untuk dapat membantu modal pengerajin kapal kayu tradisional (misalnya pembiayaan pemenuhan akan kayu).
Kebijakan pendidikan oleh pemerintah diharapkan menciptakan pendidikan yang berorentasi bahari untuk menumbuhkan para jenius lokal (the local genius) di tiap tiap daerah serta menumbuhkan akan cinta bahari dari mulai kecil terhadap masyarakat kita sehingga budaya nenek moyang kita tertap terjaga dan terlestarikan. Kebijakan akan pengelolahan dan pemanfaatan hasil hutan yang mendukung industri kapal kayu tradisional juga harus diperhatikan oleh pemerintah.
Upaya membangun ekonomi kerakyatan berbasis kemaritiman di masyarakat pesisir dengan memajukan dan mengembangkan usaha pengerajin kapal kayu tradisional melalui kebijakan yang tepat akan mengangkat mereka dari garis kemiskinan dan terus menjaga serta melestarikan nilai-nilai budaya yang tersirat akan teknologi, dan ini harus terus dilakukan secara berkelanjutan atau kita akan diam saja melihat sang jenius lokal dan sang ship building architect tenggelam karena hanya kelalaian dari kebijakan. Semua itu kembali an tergantung dari kita semua.
* Guru Nautika SMKN 4 Probolinggo
Emmm......
Seharusnya Indonesia bisa kaya dengan memanfaatkan lautnya.
tapi sayang, kita tidak memanfaatkan dengan sebaik mungkin. Padahal banyak peluang bisnis di sektor kelautan yang dapat kita manfaatkan.
Semangat terus buat penulis, semoga bisa tetap terus menulis...